KIFARAH VS KARMA
Semestinya kita seringkali terbaca atau mendengar kifarah dan karma di merata tempat baik di media massa mahupun individu yang menyebutnya. Namun, sejauhmana kefahaman kita sebagai individu beragama mengerti akan maksud disebalik kedua perkataan tersebut. Dasarnya, kifarah dan karma adalah satu bentuk hukuman yang dikenakan keatas manusia atas perbuatan lalunya.
Dalam Islam, seringkali timbul persoalan dan percanggahan dalam kalangan umat, yang manakah sewajarnya digunakan dalam Islam, kifarah atau karma? malah, terdapat sebuah lagu yang dipopularkan kumpulan Wings yang bertajuk 'hukum karma'. Apakah islam mengiktiraf penggunaan karma dalam agama? dan apakah perbezaan kifarah dan karma menurut perspektif agama? mari kita lanjuti.
KARMA
Karma merupakan konsep yang dipegang oleh beberapa agama di dunia seperti agama Hindu, Buddha, Jainisma, Sikh dan Toa, mungkin ini baru sebilangan. Namun, menerusi pendekatan ini, saya hanya menjelaskan secara konsep menurut pandangan agama Hindu dan Buddha.
Karma Hindu
Menurut kepercayaan agama Hindu, Hukum Karma atau the Law of Karma bermaksud 'perbuatan'. Karma yang baik diberi pahala dan yang buruk pula mendapat dosa dan akan menjelma dalam bentuk binatang. Karma (perbuatan) meninggalkan Karma Vasana (jejak – jejak perbuatan) yang suatu saat nanti akan muncul sebagai Karmaphala (buah dari karma, hasil perbuatan) yang akan menentukan baik buruk perjalanan kehidupan kita. Jika Karma kita baik (Subha Karma) maka akan mendapatkan perjalan hidup yang lancar dan bahagia. Sedangkan jika karma kita tidak baik (Asubha Karma) maka akan mendapatkan pengalaman hidup yang berat dan sengsara.
Dalam kitab suci Bradh Aranyaka Upanisad di katakana : Hukum diertikan sama dengan 'kebenaran'.
Salah satu dari Panca Srada (Enam Kepercayaan Agama Hindu) di antaranya adalah hukum Karmaphala dimana hukum karmaphala ini merupakan falsafah yang yang mengandungi etika yang bermaksud, bahawa Umat Agama Hindu percaya akan hasil dalam suatu perbuatan. Dalam Sarasamuscaya seloka 17 disebutkan :
“Segala orang, baik golongan rendah, menengah, atau tinggi, selama kerja menjadi kesenangan hatinya, nescaya tercapailah segala yang diusahakan.”
3 jenis Karma:
- Prarabda karma iaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam hidup sekarang juga.
- Kriyamana karma iaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati di alam baka.
- Sancita karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada kelahiran yang akan datang.
Sifat -Sifat Hukum Karma:
- Hukum karma itu bersifat abadi : Maksudnya sudah ada sejak bermula penciptaan alam semesta ini dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat).
- Hukum karma bersifat universal : Ertinya berlaku bukan untuk manusia tetapi juga untuk mahluk – mahluk seisi alam semesta.
- Hukum karma berlaku sejak zaman pertama penciptaan, zaman sekarang, zaman yang akan datang.
- Hukum karma itu sangat sempurna, adil, tidak, ada yang dapat menghindarinya.
- Hukum karma tidak ada pengecualian terhadap siapapun, bahkan bagi Sri Rama yang sebagai titisan Wisnu tidak mahu merubah adanya keberadaan hukum karma itu.
Karma Buddha
Pengikut Buddha meyakini adanya hukum karma@kamma. "Sesuai dengan benih yang ditabur , begitulah buah yang akan diperoleh darinya. Ia yang berbuat baik akan mendapatkan buah kebaikan. Ia yang berbuat jahat memperoleh buah kejahatan. Tertaburlah benih itu dan tertanam baik, engkau akan menikmati buah daripadanya "(Samyuta Nikaya XI,2.1:227).
Secara umum, karma bererti perbuatan. penganut Buddha memandang hukum karma sebagai hukum duniawi tentang sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral yang impersonal. Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup maupun yang tidak hidup) yang muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketidakadaan. Rumusan agama Buddha tentang sebab akibat (Paticcasamuppada) adalah :
Dengan adanya ini, terjadilah itu. Dengan timbulnya ini, timbulah itu. Dengan tidak adanya ini, maka tidak ada itu. Dengan lenyapnya ini, maka lenyaplah itu. (Khuddhaka Nikaya, Udana 40).
“Karma itu secara mutlak bersifat tidak mengenal belas kasihan, dan cara bekerjanya tidak pandang bulu. Sama keadaannya seperti sebuah cermin yang telah dibersihkan dengan sangat baik, itu mampu memantulkan pada permukaannya, gambar yang sebaliknya, hingga ke hal yang sekecil-kecilnya, demikian juga karma itu dapat memberikan kepada orang yang melakukan perbuatan, akibat yang membalik, yang tepat sama dengan jenis perbuatan yang telah dilakukannya.”
Sama seperti sabda Sang Buddha, sebagai berikut : “Tidak ada tempat untuk persembunyian di langit, atau di kedalaman dari samudera, pun juga tidak dapat dengan cara masuk ke dalam gua di sebuah gunung, atau juga di mana pun di Bumi ini, jika anda ingin menghindar dari terkena akibat dari buah perbuatan anda.”
Pembahagian karma yang disusun oleh Buddhaghosa (penulis Visuddhimagga) didasarkan pada kata kata Sang Buddha yang tersebar dalam Kitab Suci Tipitaka adalah sebagai berikut
- karma menurut waktu;
- Ditthadhammavedaniya- adalah karma yang memberikan akibatnya pada masa kehidupan sekarang ini.
- Uppajjavedaniya – adalah karma yang akibatnya akan dialami dalam kehidupan setelah hidup sekarang.
- Aparapara vedaniya – adalah karma yang akibatnya akan dialami dalam kehidupan kehidupan berikutnya.
- Ahosi – adalah karma yang tidak memberi akibat karena jangka waktunya untuk memberikan akibat telah habis atau karena karma tersebut telah menghasilkan akibatnya secara penuh sehingga kekuatannya habis sendiri.
- Karma menurut kekuatan;
- Garu – adalah karma yang paling berat diantara semua karma lainnya dan karena sifatnya yang amat kuat, karma macam ini akan masak terlebih dahulu.
- Bahula – karma yang sering dan terulang ulang dilakukan oleh seseorang melalui saluran badan jasmani, ucapan dan fikiran, sehingga tertimbun dalam wataknya.
- Asanna – adalah karma yang diperbuat oleh seseorang pada saat menjelang kematian.
- Kattata – adalah suatu perbuatan yang hampir tidak didorong oleh kehendak.
- Karma menurut fungsi;
- Janaka – (karma penghasil) adalah karma yang berfungsi menghasilkan.
- Upatthambhaka – (karma Penguat) adalah karma yang berfungsi membantu memperkuat apa yang telah dihasilkan oleh janaka kamma sesuai dengan macam dan sifatnya.
- Uppapilika – (karma pelemah) adalah karma yang berfungsi menandingi pengaruh dari apa yang telah dihasilkan oleh janaka karma, memperlemah kekuatannya atau mempersingkat waktunya dalam menghasilkan akibatnya.
- Upaghataka – (karma penghancur) adalah karma yang mempunyai kategori sama dengan karma pelemah diatas, karena fungsinya menentang atau menghancurkan kekuatan dari janaka karma.
Kesimpulan bagi kedua konsep karma yang dianuti adalah hampir sama. Namun hanya perbezaan dari sudut pemahaman pendeta mereka dalam menghuraikan hukum karma menurut perspektif agama dan kitab suci. Bagi setiap penganut Hindu, mereka perlu melakukan karma atau perbuatan yang baik agar terlepas daripada kelahiran semula yakni lahir semula ke dunia dalam bentuk binatang. Jika dilakukan perbuatan yang baik, maka mereka akan kembali bersama Tuhan penciptanya iaitu Brahma di “Nirwana” atau Syurga menurut agama Hindu. Agama Hindu dan Buddha keduanya mempercayai akan hukum karma ini.
KIFARAH
Kifarah bermaksud balasan Allah SWT di atas muka bumi kepada hambaNya masih hidup, seperti penyakit, kehilangan harta dsbnya. Namun sebagai seorang muslim sewajibnya memahami maksud sebenar kifarah Allah kepada hambanya. kifarah merupakan ujian yang diberikan kepada hambaNya sebagai tanda kasih sayang dan rahmatNya supaya hambaNya sedar akan dosa yang telah dilakukan.
Balasan dan ujian yang diberikan Allah bukanlah sebagai penghinaan atau balas dendam Allah kepada hambaNya, namun sebagai penghapus dosa kepada hambaNya agar dosa hamba yang dilakukan menjadi ringan sewaktu perhitungan di akhirat nanti.
Jelas menerusi firman Allah SWT,
"Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS. Al-An'am:160)
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula" (QS. Al-Zalzalah: 7-8)
Saiditina Aisyah R.A meriwayatkan bahawa Rasulullah S.A.W bersabda; "tidak menimpa ke atas sesorang muslim satu kecelakaan, biarpun duri, ataupun lebih daripada itu, melainkan Allah menggugurkan dengan satu dosa" (maksud hadis riwayat Bukhari dan Muslim).
KESIMPULAN
- Jika difahami antara maksud kifarah dan karma itu sangat berbeza. Islam tidak sekali mengiktiraf sebagaimana yang ajaran Hindu dan Buddha ertikan pada hukum karma.
- Namun, mengapa kita dalam kalangan umat Islam seringkali menggunakan perkataan karma? walhal sudah jelas, hukum karma tidak ada dalam Islam dan tidak sama meski hukum karma juga berbentuk suatu pembalasan.
- Bagi umat Islam sewajibnya menggunakan istilah kifarah bukannya karma.
- Berhati-hati dalam menggunakan istilah agama, kerana menjadi kebimbangan terhadap sensitiviti agama.
- Islam sangat bertoleransi dalam beragama. Namun jangan disalahertikan toleransi dengan menyamaratakan semua agama.
wallahua'lam.
(RUJUKAN tidak disertakan)
Setiap perkara yang berlaku pasti ada hukuman yg sesuai mengikut situasi....itulah yg dikaatan karma menurut pemahaman saya..
ReplyDelete